Laman

Sabtu, 24 September 2016

Menemukan Kunci

-Chat Singkat dari facebook-
"Nak, udah ibuk beliin hape tadi sesuai permintaanmu". Sambil kirim gambar hape-nya.

"Loh buk, kok udah dibeliin toh buk. Kan katanya nunggu aku pulang dulu toh"
"Iyaa nak ibuk juga pengenya gitu. Tapi bapakmu tadi yang mutusin buat beli hape sekarang. Lagian bapakmu sekarang juga lagi ada uang, daripada besok-besok uangnya udah habis gimana hayoo??"
"Hohoo yawes, buk. Aku tak pulang hari sabtu besok"
"Iyaa nak belajaro yang rajin dulu. Sekolah yang pinter. Shalat yang tekun. Tak belikan hape itu buat kamu bisa dapat hal-hal yang positif. Bukan buat gaya-gayaan aja"

Kemudian anak itu tak membalas chat selanjutnya. Ia terpikir kalimat terakhir ibu tadi. Bukan perkara mudah untuk mendapatkan itu semua mengingat anak itu hanyalah anak biasa. Anak yang hanya pergi ke kampus, masuk kelas, duduk menatap dosen (entah dia mengerti yang diajarkan dosen atau tidak),lalu pulang. Tak ada gairah apapun dalam dirinya untuk menjadi seperti orang-orang yang "tak biasa". Anak itu duduk termangu di atas kasur sambil melihat lamat-lamat pesan terakhir ibunya tadi. Ia kemudian terpikir juga pada masa lalunya. Tak penah berprestasi di sekolah (akademik ataupun non akademik), juga tak pernah mendapat pengalaman seperti aktif berorganisasi atau berkecimpung dalam kegiatan ekstrakurikuler. Apa yang bisa dibanggakan oleh anak itu pada orang tuanya?Malah hampir sering sekali ia membuat orang tuanya malu dan kesal. Seperti di setiap akhir tahun pembelajaran di sekolah, ketika semua orang tua wali murid harus datang ke sekolah untuk mengambil raport anak-anaknya, sering kali anak ini membuat malu orang tuanya. Betapa tidak, ketika wali murid-wali murid lainya bangga dengan prestasi anaknya,orang tua dari anak itu malah membuat pertanyaan "Kenapa kamu tidak seperti mereka??" yang diucapkan dalam hati tanpa tahu kepada siapa pertanyaan itu ditujukan. Di tengah-tengah pemikirannya tadi, anak itu tersadar betapa kurang ajarnya dia. Orang tuanya sebenarnya tak pernah memberikan beban apapun kepadanya. Malah mereka selalu memberi apa yang anak itu mau. Tetapi mengapa ketika orang tua menyuruh anak itu untuk pintar di sekolah, ia tidak bisa. Sungguh keterlaluan.

Malam itu, dari jam dinding yang terus berputar, ia tersadar. Betapa orangtuanya sangatlah mencintainya. Betapa orang tuanya sangat mengasihinya. Betapa orang tuanya sangat menginginkan anaknya untuk berhasil. Anak itu membuat harapan untuk berubah. Tapi ia juga tahu, sebuah perubahan tak akan terjadi seperti membalik telapak tangan. Ada proses. Ada hambatan. Dan dari sepersekian hambatan yang telah terpikir dari dirinya, ada satu hambatan yang ia tak tau bagaimana solusinya. Bagaimana penanganan yang tepat untuk menanggulanginya. Hambatanya adalah bagaimana memulai perubahan ini. Ia bukanlah orang jahat, yang bilamana orang jahat ingin berubah, maka solusinya adalah insaf. Ia hanya anak biasa. Biasa. Tak ada apapun yang spesial darinya. Jika solusi yang tepat adalah dengan berubah menjadi orang-orang yang "tak biasa", maka dia harus mengkhianati komitmennya untuk menjadi diri sendiri. Beribu cara ia lakukan untuk menemukan solusi itu. Mulai dari curhat ke teman-temannya (sebelumnya ia jarang sekali curhat) yang dimana jawaban dari teman-temanya sangatlah sering didengar dan sangat mainstream (semua orang juga tau kalo pingin pintar itu belajar, pingin sukses itu kerja keras,kalau ada masalah itu sabar aja. Iya,semua orang tau), lalu juga curhat di internet (browsing). Yang ditemukan malah tentang kata-kata mutiara (quotes, yang sekarang lagi hits dipakai untuk caption/status biar sok-sok bijak gitu). Anak itu malah mempunyai opini bahwa orang-orang yang kebanyakan quotes, kebanyakan nggak sejalan sama realitanya.

Malam itu, dari jam dinding yang terus berputar, ia merebahkan tubuhnya di atas kasur. Memandangi kamarnya yang dipenuhi dengan barang-barang mahal hasil pemberian orang tuanya, menyusuri juga pada luar kamarnya, sebuah ruangan yang sangat-sangat lah cukup untuk ditinggali, dan berdirilah rumah yang sangat nyaman untuk ditempati. Menyadari semua ini adalah pemberian orang tuanya karena rasa sayangnya,rasa cintanya, dan rasa khawatirnya pada anak itu ketika merantau. Anak itu kemudian mengambil selimut untuk menyelimuti tubuhnya dari udara malam yang tembus dari kaca-kaca kamarnya. Mencoba beristirahat sejenak untuk memikirkan sebuah solusi tepat. Angin berhembus sepoi-sepoi. Semilirnya membuat kantuk anak itu semakin kuat. Layaknya kantuk adalah sebuah ombak besar, ada sebuah penantian akan datangnya harapan terbaik untuk anak itu. Selamat malam, semoga mimpi indah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar